Jumat, 06 November 2009
Kemiskinan dan Keterbelakangan
Kemiskinan di Kota Padang diprediksi meningkat hingga 70 persen. Hal ini diperkuat dengan bertambah banyaknya pengangguran, orang kehilangan tempat tinggal, serta stagnannya perekonomian akibat beberapa pusat perekonomian hancur.Wakil Ketua DPRD Kota Padang Budiman mengatakan, potensi peningkatan angka kemiskinan sangat tinggi di Kota Padang, bahkan secara kasat mata saja hal itu bisa terlihat jelas."Pusat perbelanjaan banyak hancur, sudah pasti ratusan orang kehilangan pekerjaan, dan berimbas pada menurunnya kualitas kehidupan ekonomi mereka, "ujar Budiman.Selain itu, ambruknya ribuan rumah juga menjadi indikasi peningkatan kemiskinan. Menurut Budiman, jika rumah seseorang ambruk, beban biaya perbaikan akan menggila, apalagi jika si korban tak lagi punya pekerjaan, dan memiliki tanggungan rumah tangga yang besar."Bisa saja sebelumnya dia mapan, namun setelah gempa, rumahnya hancur, pekerjaan hilang, tentu otomatis tanggungan hidupnya besar namun tak ada sumber dana lagi, akibatnya dia termasuk kategori miskin, "jelas Budiman.Senada dengan Budiman, Sekretaris Komisi D DPRD Kota Padang Pun Ardi memprediksi peningkatan angka kemiskinan mencapai 70 persen. Sebab saat ini banyak indikator kemiskinan yang terlihat. Bukan hanya sekadar gaji seseorang dibawah UMR."Kalau dilihat, kemiskinan bukan hanya di pinggiran kota, atau orang yang hidupnya pas-pasan saja. Orang yang dulu punya harta, lalu rumahnya hancur, tentu hartanya habis, "katanya.Pun malah menyebutkan kemiskinan yang dialami masyarakat, sudah merata di semua elemen masyarakat.Soal langkah untuk mengantisipasi peningkatan yang lebih parah, menurut dia butuh program tepat sasaran. Serta peran aktif pemerintah untuk memotivasi masyarakat untuk tetap berusaha bertahan hidup."Program itu bisa melalui bantuan modal, pelatihan. Tapi bukan hanya pada satu SKPD melainkan keterlibatan semua SKPD tergantung tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Kalau komit, angka kemiskinan ini bisa ditekan, "tandasnya.Asisten II Bidang kesejahteraan masyarakat Hervan Bahar juga tak menampik peningkatan angka kemiskinan itu. Tapi soal angka persisnya Hervan belum mau berkomentar.Katanya, Pemko sedang dalam proses pendataan ulang. Sebab yang miskin bukan saja yang didata sebelumnya, yang mencapai sekitar 26.000 RTM."Tapi selama masa tanggap darurat ini, kami optimalkan bantuan bagi korban gempa, secara merata. Bukan hanya melihat korban gempa itu miskin, "jelas Hervan.Apalagi dampak gempa dirasakan hampir oleh semua lapisan masyarakat.Usai tanggap darurat 30 November mendatang, lanjutnya Pemko akan langsung beralih pada program recovery. Bukan hanya untuk mengatasi melonjaknya angka kemiskinan, tapi mencakup semua sektor yang terkena imbas. Seperti ekonomi, dunia usaha, hingga pedagang kecil."Seperti pemberian dana bergulir, dan PNPM Mandiri. Kami juga sudah upayakan koordinasi dengan semua SKPD. Jika program SKPD ada yang tak terealisasi, maka anggarannya langsung dialihkan pada kegiatan recovery, "ungkap Hervan
REFERENSI :
http://www.minangforum.com/showthread.php?t=5330
Pertambahan Penduduk dan Kelaparan
Ribuan Orang di Pengungsian Kelaparan
PADANG-Kelaparan kini mulai dialami puluhan ribu pengungsi korban bencana gempa bumi Sumatra Barat, khususnya di Kabupaten Padang Pariaman. Selain sulitnya tim penyelamat dan relawan mencapai berbagai lokasi bencana, sebagian besar bantuan yang datang dari penjuru dunia ke Ranah Minang masih menumpuk di kota Padang. Berdasarkan informasi yang dihimpun Riau Mandiri, Jumat (2/10), jeritan kelaparan warga korban gempa yang membutuhkan makanan, air bersih maupun peralatan sehari-hari, umumnya datang dari pelosok kampung dan desa di Padang Pariaman. Kawasan kabupaten itu termasuk yang paling parah terkena gempa, selain kota Pariaman maupun Kota Padang.Saat ini ada puluhan ribu pengungsi yang tinggal di bawah tenda-tenda darurat di berbagai kampung dan dusun. Karena umumnya desa atau kampung mereka berada di pelosok pinggir kabupaten, droping bantuan makanan dan kebutuhan harian lainnya juga belum sampai ke situ. Sejumlah pengungsi mengeluhkan kelambanan datangnya bantuan itu karena mereka juga tidak memiliki bahan makanan untuk dimasak setelah rumah mereka ikut ambruk menimpa semua isinya.Belum adanya bantuan ini hampir merata ditemukan di sejumlah kenagarian di Kabupaten Padang Pariaman, seperti di Kecamatan Sungai Limau, V Koto Kampung Dalam, 2x 11 Enam Lingkung dan lainnya. Kondisi ini diakui Plt Camat V Koto Timur, Jhoni Firmansyah bahwa sejauh ini mereka juga belum menerima bantuan apapun dari pihak Kabupaten. D ikecamatan ini terdapat tiga kenagarian yaitu Limau Purut, Kudu Ganting dan Padang Alai yang terbagi lagi ke dalam 28 korong. Di Kecamatan ini terdapat 5 ribu Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk mencapai 14 ribuan jiwa. “Apa yang ada itu yang bisa kita lakukan. Soal bantuan masih menunggu dari Kabupaten,” ungkapnya.Persoalan bahan bantuan dan makanan ini juga menjadi kecemasan Rudian, masyarakat korban gempa di Sungai Sirah Kecamatan Sungai Limau. Dia sudah tinggal dua hari di tempat pengungsian sementara di seberang rumahnya yang hancur hampir rata dengan tanah. Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Kenagarian Pilubang Kecamatan Sungai Limau, dengan harapan bantuan itu segera bisa dikirimkan dan khawatir masyarakatnya akan terancam kelaparan. Soalnya tidak ada lagi bahan makanan bisa diselamatkan dari rumah-rumah mereka yang roboh. Diperkirakan 95 persen rumah di kenagarian ini ungkapnya rusak dan 70 persen lainnya rusak berat tak dapat lagi ditempati.Konfirmasi Riau Mandiri ke Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman melalui Kabid Bantuan Sosial Arena Putri mengakui jika bantuan untuk dikirimkan ke masyarakat sangat minim. Penyebabnya tidak tersedia stok bahan makanan mencukupi untuk semua masyarakat. Mereka bahkan sedang menunggu pengiriman stok beras 100 ton dari Dolog yang menjadi bagian Kabupaten itu.Kondisi sedikit lebih baik mungkin dialami oleh masyarakat Kota Pariaman yang berada di perkotaan karena lebih mudah dijangkau alat transportasi. Pemko Pariaman melalui Wako Pariaman Mukhlis Rahman kepada Riau Mandiri mengatakan, bantuan sudah mulai disalurkan. Segala upaya terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan ini.
Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Contohnya kota padang . Akhir-akhir ini , kota padang terserang wabah c ChikungunyaWilayah Kota Padang mulai diserang wabah Chikungunya. Penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk aides aegepty dan gigitan nyamuk albopictus, sejak satu bulan terakhir ini telah menyerang puluhan warga di dua kelurahan berbeda seperti Kelurahan Cupak Tangah Kecamatan Pauh dan Keluarahan Air Tawar.
Dari penelurusan koran ini di Kelurahan Cupak Tangah, tepatnya di RT 2/RW 3, kemarin, ditemui sedikitnya belasan warga dari 10 Kepala Keluagra (KK) di tempat itu diserang penyakit Chikungunya.
Ditemukan 88 Kasus
Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang Efrida Aziz mengakui kasus Chikungunya kembali merebak di sejumlah kecamatan di Kota Padang. Di antaranya delapan kasus di Cupak Tangah Kecamatan Pauh dan 84 kasus di Kelurahan Air Tawar
PERDA mengimbau agar membersihkan lingkungan serta tidak membiarkan adanya genangan air. Sebab berkembang biaknya nyamuk tersebut tidak hanya ditempat air kotor namun juga di genangan air yang bersih. Sehingga warga perlu berhati-hati terhadap hal ini apalagi saat ini sering hujan.
Hujan yang disertai panas mempercepat pertumbuhan nyamuk dan jentik-jentik. Jadi khusus untuk genangan air bersih sebisa mungkin warga menggunakan serbuk abate. Serbuk ini merupakan obat yang dapat membunuh perkembangan nyamuk aydees agepty dan nyamuk albopictus
REFERENSI
http://www.diknas-padang.org/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=607
Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Lama terdengar, Kota Padang adalah pusat pendidikan di Sumatra Barat. Sumbar itu sendiri, menjadi bagian dari industri otak terkenal di kawasan Asia Tenggara. Pada masa lalu, sejarah memang telah membuktikan, daerah ini mampu menghasilkan pemikir-pemikir berotak cemerlang. Orang-orang pintar hasil didikan lembaga-lembaga pendidikan di Kota Padang khususnya, Sumbar umumnya, telah berkiprah di berbagai lini kehidupan. Mereka menjadi penentu jalannya sejarah di negara ini. Sekali lagi, sayang, itu hanya fakta sejarah.
Beberapa waktu belakangan, keinginan untuk merebut posisi sebagai industri otak itu, kembali jadi wacana. Di Kota Padang, berbagai seminar, lokakarya dan wacana-wacana publik yang dilontarkan para politisi dan eksekutif. Tema tidak terlepas dari beragam upaya yang layak tempuh untuk meningkatkan mutu pendidikan, sekaligus igus merebut kembali posisi sebagai kawasan industri otak.
Wacana itu terus bergulir, dari kantor balaikota ke khalayak, ditingkahi analisa-analisa pakar, dipercantik oleh alunan sorotan dari legislatif. Akhirnya, suaranya pun jadi sayup-sayup sampai, lama-kelamaan hilang tak berbekas. Satu wacana telah hilang. Tak lama setelah itu, muncul lagi wacana baru, temanya saja, tingkahnya tak jauh beda dari lagu lama. Tapi hasilnya? Pendidikan kita tetap saja terpuruk, terpuruk, dan terpuruk.
Realitas demikian pun masih melahirkan beragam wacana. Buntutnya? Antarlembaga saling salah-menyalahkan. Tak ada yang secara sportif mengaku berasalah, apalagi yang dengan jantan mengaku bahwa anjloknya prestasi itu adalah karena dia.
Tak ingin persoalan jadi berlarut-larut, Komisi D DPRD Kota Padang mengambil inisiatif, di bawah pimpinan Zulherman Dt. Bagindo Sati, S.Pd., MM, selaku ketua komisi, arahan H. Masdi Ardi, wakil ketua DPRD Kota Padang selaku Koordinator Komisi D, maka seluruh anggota komisi ini mengambil inisiatif untuk mengajukan sebuah Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) mengenai pendidikan.
Kota Padang, tuturnya, dewasa ini telah memiliki sejumlah lembaga pendidikan berkualitas, baik di tingkat dasar dan menengah maupun perguruan tinggi. Sayangnya, kata Zulherman, lembaga-lembaga berkualitas itu belum memiliki standar umum yang bisa membuktikan kualitasnya secara ril dan konkret
Pada tahun 2003 Padang memiliki 354 sekolah dasar negeri dan 60 sekolah dasar swasta, 35 SLTP negeri dan 38 SLTP swasta, 14 SMU negeri dan 31 SMU swasta. Perguruan tinggi yang ada sebanyak 61 buah terdiri atas universitas, institut, akademi dan politeknik. [1] Empat perguruan tinggi negeri yang bertempat di kota Padang adalah Universitas Andalas, Universitas Negeri Padang, Politeknik Negeri Padang dan Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol. Universitas Andalas yang didirikan pada tahun 1957 merupakan universitas tertua di luar Jawa. Setelah sebelumnya tersebar di beberapa tempat di kota Padang, kampus baru telah dibangun di bukit Limau Manis di sebelah timur Kota Padang. Universitas Negeri Padang sebelumnya bernama IKIP Padang memiliki kampus di Air Tawar.
dan sekarang(2009)kampus Universitas Andalas yang berlokasi di Jln.Proklamasi no 77 di gunakan sebagai kampus yang bersistem reguler mandiri atau yang di sebut dengan extensi yaitu jalur penerimaan mahasiswa diluar tes SPMB.
REFERENSI :
http://musriadi.multiply.com/journal/item/43/PADANG_BUTU_PERDA_PENDIDIKAN
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Negara Indonesia secara geografis dan geologis terletak di daerah yang rentan terhadap bencana alam. Dari 33 provinsi, 25 provinsi diidentifikasi oleh Departemen Dalam Negeri sebagai daerah rawan bencana. Daerah gempa, menurut ahli geologi, menyebar di hampir seluruh wilayah negeri, mulai dari ujung Sumatera bagian utara sampai dengan bagian utara Pulau Papua. Serangkaian bencana telah melanda negeri ini, yang terbaru bencana gempa di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah, menelan banyak korban jiwa dan kerugian harta benda. Menyadari tingginya kerentanan terhadap bencana, tidak ada pilihan lain bagi masyarakat Indonesia untuk bersiap siaga mengantisipasi terjadinya bencana. Karena itu, upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dengan program yang terstruktur dan komprehensif menggunakan kombinasi pendekatan bottom-up dan top-down menjadi sangat penting, utamanya untuk mengurangi resiko bencana
Lingkungan Pemukiman Kota Padang
Seperti di Kota Bengkulu, kajian di Kota Padang juga dilakukan di lima kecamatan, yaitu: Kecamatan Koto Tangah, Padang Utara, Padang Timur, Bungus Teluk Kabung dan Pauh. Kegiatan survei/angket melibatkan 4000 responden, paling banyak jika dibandingkan dengan dua lokasi lainnya, karena Padang mewakili kota besar dengan jumlah penduduk yang besar. Responden terdiri dari: 2800 rumah tangga, 920 siswa, 200 guru dan 80 aparat pemerintah.
Kota Padang yang terletak di pinggir pantai Barat Sumatera merupakan pusat perekonomian, pendidikan, pelabuhan dan pariwisata. Kota dengan luas wilayah sekitar 1.414,89 Km² merupakan perpaduan antara wilayah pantai, daerah aliran sungai, dataran, perbukitan dan pegunungan. Wilayah geografis kota yang membentang dari pantai sampai pegunungan ini rawan terhadap ancaman berbagai bencana alam, diantaranya letusan gunung berapi, tanah longsor dan banjir. Bencana tanah longsor berpotensi terjadi di kawasan pegunungan Bukit Barisan, tepatnya sebelah timur dari pusat kota dan pada bukit lainnya di kawasan Gunung Padang. Bentuk perbukitan yang relatif terjal dan tinggi dengan jenis tanah yang sangat labil menyebabkan bencana tanah longsor tidak hanya terjadi pada kawasan perbukitan dan pegunungan, namun juga berpotensi melanda daerah yang terletak di aliran lima sungai besar di kota Padang. Dengan adanya lima aliran sungai besar tersebut, bencana banjir juga sudah menjadi langganan Kota Padang yang menyebar di seluruh wilayah pusat kota.
Selain potensi bencana banjir dan tanah longsor, Kota Padang menurut para pakar geologi dinyatakan sebagai daerah rawan gempa, karena terletak diantara dua sumber gempa aktif yaitu pertemuan lempeng Australia dan lempeng Eurasia. Berdasarkan catatan sejarah pada tahun 1797 M dan 1833 M telah terjadi gempa besar (+ 9 skala richter) di sekitar Mentawai yang diikuti oleh gelombang tsunami yang besar, sehingga menghabiskan sepertiga Kota Padang. Jika dilihat sejarahnya, diperkirakan akan terjadi pengulangan gempa besar setiap 200 s/d 300 tahunan. Oleh karena itu kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana menjadi sangat penting, mengingat jika terjadi gempa besar yang diikuti oleh tsunami, maka resiko bahaya sangat besar, karena Kota Padang terletak di pingir pantai dengan konsentrasi penduduk yang tinggal di wilayah pantai cukup tinggi.
Jumlah penduduk Kota Padang pada tahun 2005 sebanyak 784.740 jiwa terdiri dari 385.460 penduduk perempuan atau sekitar 49 persen dan penduduk laki-laki sebanyak 399.280 ( 51 persen). Dilihat menurut komposisi umur menunjukkan bahwa kelompok Balita atau penduduk berumur 0 - 4 tahun mempunyai proporsi sekitar 10 persen dari total penduduk, yaitu sekitar 77.807 jiwa. Pada kelompok penduduk lanjut usia jumlahnya juga relatif banyak, mencapai 28.653 jiwa atau sekitar 3,5 persen dari total penduduk Kota Padang.
Persebaran penduduk antar kecamatan memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbesar tinggal di Kecamatan Koto Tangah yaitu sebesar 145.193 jiwa (18 persen), diikuti dengan Kecamatan Kuranji dan Lubuk Begalung masing-masing sebesar; 108.029 jiwa (14 persen) dan 95.539 jiwa (12 persen). Apabila dilihat dari kepadatan ternyata Kecamatan Koto Tengah mempunyai kepadatan penduduk yang paling rendah, hanya sekitar 625 jiwa per Km2, disebabkan kecamatan ini merupakan wilayah terluas. Sementara itu untuk kecamatan-kecamatan di pusat kota, seperti Padang Timur, Padang Barat dan Padang Utara mempunyai wilayah dengan kepadatan paling tinggi, masing-masing mencapai 9.991 jiwa dan 8.819 jiwa per Km2.
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah jumlah penduduk yang tinggal di zona rawan bencana tsunami, yaitu mereka yang bermukim di tepi pantai, hingga 5 meter di atas permukaan laut, jumlahnya cukup besar, mencapai 340.446 jiwa atau sekitar 43 persen dari total penduduk Kota Padang. Proporsi terbesar adalah penduduk yang tinggal di Kecamatan Koto Tangah, yaitu mencapai 89.764 jiwa. Untuk wilayah dalam kota, Kecamatan Padang Barat mempunyai penduduk yang tinggal di zona rawan cukup besar, yaitu mencapai 63.000 jiwa (Kogami, 2005). Banyaknya penduduk yang tinggal di lokasi rawan bencana, semakin meningkatkan pentingnya kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana.
Selasa, 20 Oktober 2009
JAGUNG TRANSGENIK DALAM REKAYASA GENETIKA
PENDAHULUAN
Jagung dibudidayakan secara komersial di lebih dari 100 negara dengan
produksi sekitar 705 juta metrik ton. Pada tahun 2004 produsen jagung
terbesar di dunia berturut-turut adalah Amerika Serikat, Cina, Brasil, Meksiko,
Perancis, dan India (Agbios GM Data Base 2007).
Pada umumnya jagung dibudidayakan untuk digunakan sebagai pangan,
pakan, bahan baku industri farmasi, makanan ringan, susu jagung, minyak
jagung, dan sebagainya. Di negara maju, jagung banyak digunakan untuk
pati sebagai bahan pemanis, sirop, dan produk fermentasi, termasuk alkohol.
Di Amerika, jagung banyak digunakan untuk bahan baku pakan (Agbios
GM Data Base 2007).
Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi.
Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan
industri lainnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan jagung di dalam negeri
terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk memenuhi kebutuhan jagung
harus dilakukan impor, terutama dari Amerika.
Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri sampai tahun 2010 akan
terus meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
berkembangnya industri pangan dan pakan. Oleh karena itu, produksi
jagung dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat
dikurangi dan bahkan ditiadakan.
Ketergantungan akan jagung impor berdampak buruk terhadap keberlanjutan
penyediaan jagung di dalam negeri mengingat komoditas ini di
negara produsen utama telah digunakan untuk berbagai keperluan,
termasuk untuk bahan baku bioenergi. Di Amerika Serikat, misalnya, telah
dicanangkan penggunaan jagung sebagai sumber bioenergi. Pada saatnya
nanti akan terjadi persaingan penggunaan jagung untuk pangan, pakan,
bahan baku industri, dan bioenergi.
Apabila kebutuhan jagung nasional masih bergantung pada impor
dikhawatirkan akan mematikan industri pangan dan pakan berbasis jagung
karena berkurangnya pasokan bahan baku. Hal ini mengancam ketahanan
pangan dan keberlanjutan usaha peternakan.
Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai
cara, antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetik
jagung bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman,
terutama cekaman lingkungan biotik dan abiotik.
Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional maupun
melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Dengan berkembangnya
bioteknologi, perbaikan genetik jagung melalui rekayasa genetik akan menjadi
andalan dalam pemecahan masalah perjagungan di masa mendatang.
Seperti diketahui, pemuliaan secara konvensional mempunyai keterbatasan
dalam mendapatkan sifat unggul dari tanaman. Dalam rekayasa genetik
jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman jagung itu sendiri,
tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik.
Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan
terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri
Bacillus thuringiensis (Herman 1997).
JAGUNG BT
Salah satu hambatan yang paling besar dalam upaya peningkatan produksi
jagung adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti
hama dan penyakit tanaman. Serangan OPT pada tanaman jagung selain
menurukan produksi juga mengurangi pendapatan petani dan adanya
residu pestisida dalam jumlah besar yang menyebabkan polusi lingkungan.
European corn borer (ECB), Ostrinia nubilalis, merupakan hama jagung
di Amerika dan Kanada yang dapat merugikan 1 milyar dolar Amerika per
tahun. Hama ECB dapat dieliminasi oleh pestisida kimia, tetapi hanya dapat
diaplikasi pada areal yang terbatas (kurang dari 20%), karena aplikasi
pestisida sulit dilakukan dan diperlukan aplikasi lain dalam mengontrol ECB.
Tersedianya bioaktif dari kristal protein yang dikode oleh gen Bt,
memungkinkan modifikasi genetik tanaman jagung yang disisipi dengan
gen Bt untuk menghasilkan jagung transgenik Bt (Bt corn). Bt protein yang
dihasilkan oleh gen Bt dapat meracuni hama yang menyerang tanaman
jagung. Setelah dimakan oleh corn borer, Bt protein dipecah oleh suatu
enzim pemecah dalam pencernaan yang bersifat alkalin dari larva serangga
dan menghasilkan protein pendek yang mengikat dinding pencernaan.
Pengikatan dapat menyebabkan kerusakan membran sel sehingga larva
berhenti beraktivitas (Syngenta Seeds Communication 2003).
Gen Bt disolasi dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang telah
digunakan petani di negara maju sebagai pestisida hayati sejak puluhan
tahun yang lalu (Herman 2002). B. thuringiensis menghasilkan protein kristal
Bt, atau Crystal protein (Cry) yang merupakan protein endotoksin yang
bersifat racun bagi serangga (insektisidal) (Held et al. 1982, Macintosh et al.
1990). Namun protein endotoksin yang dihasilkan oleh B. thuringiensis tidak
melakukan pengikatan pada permukaan pencernaan sel mamalia, karena
itu hewan ternak dan manusia tidak tahan terhadap protein tersebut (Agbios
GM Data Base 2007).
Terdapat delapan kelompok gen Bt berdasarkan sifat virulensinya
(Herman 2002), tetapi yang sudah banyak ditransformasikan ke dalam
tanaman jagung adalah yang menghasilkan jenis Bt endotoksin dari gen
Cry1Ab. Protein Cry dari gen ini hanya menghasilkan satu jenis yang mengikat
pada lokasi spesifik dari serangga target (Agbios GM Data Base 2007).
Produksi jagung Bt pada saat ini didominasi oleh Amerika, di mana areal
pertanamannya pada tahun 2000 telah mencapai 92% dari total areal
pertanaman jagung. Keuntungan diperoleh dari pertanaman jagung Bt di
Amerika mencapai 141 juta dolar (59%) dari total keuntungan sebesar 240
juta dolar Amerika (Herman 2002).
Pertanaman jagung Bt mempunyai dampak positif terhadap lingkungan
karena dapat menekan penggunaan pestisida. Pengurangan pestisida berarti
menurunkan biaya produksi. Di negara bagian Iowa, Amerika Serikat, yang
mempunyai 80% areal jagung Bt terjadi pengurangan penggunaan pestisida
hingga 600 ton (Teng 2001).
Dampak positif lain dari pertanaman jagung Bt adalah ketahanan
tanaman terhadap jamur toksin dari Fusarium penyebab busuk tongkol,
dibandingkan dengan jagung non-Bt yang mengalami keruskan berat.
Berdasarkan hasil analisis mikotoksin, jagung Bt mempunyai kandungan
fumonisin 1,5 ppm, sedangkan jagung non-Bt mempunyai kadar yang lebih
tinggi, mencapai 14,5 ppm (Fuller 1999).
Penelitian menunjukkan bahwa penanaman jagung Bt tidak berpengaruh
terhadap serangga berguna seperti laba-laba, coccinellid, chtysopid,
nabid, dan aman terhadap burung puyuh Northern Bobwhite (McLean and
MacKenzie 2001).
Rabu, 07 Oktober 2009
Batu Bara, Produk Strategis yang Harus Jadi Prioritas untuk Industri Nasional
I . Kalimantan selatan sebagai daerah penghasil batu bara
PADA tahun 2004, produksi batu bara Indonesia mencapai 127 juta ton dan akan ditingkatkan menjadi 150 juta ton pada tahun 2005 (Kompas, 25/2). Dengan produksi sebesar itu, tahun 2004 Indonesia mampu mengekspor batu bara lebih dari 95 juta ton dan ini telah mengubah posisi Indonesia menjadi eksportir batu bara nomor dua di dunia, setelah Australia.
Dari data yang ada saat ini, sumber batu bara (resources) sebanyak 57,8 miliar ton. Dari jumlah itu hanya 7 miliar ton yang merupakan cadangan pasti (reserves). Cadangan terbesar pun hanya tersebar di Sumatera Selatan (37 persen), Kalimantan Timur (35 persen), dan Kalimantan Selatan (26 persen). Melihat besarnya cadangan, batu bara memang relatif akan "berumur panjang" dibandingkan dengan minyak bumi yang saat ini cadangan terbukti (prove reserve) hanya 6 miliar barrel (1 persen dari cadangan du- nia). Jumlah sebesar itu hanya cukup untuk persediaan 16 tahun ke depan, dengan asumsi tingkat produksi rata-rata satu juta barrel per hari dan tidak ditemukan cadangan baru.
II Pengelolaan batu bara di kalimantan selatan
Pengelolaan batubara saat ini didasarkan pada Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). UU ini menggantikan UU nomor 11 tahun 1967 tentang Pertambangan Umum. Berdasarkan UU Minerba kebijakan pengelolaan batubara diarahkan untuk meningkatkan eksplorasi dan produksi, meningkatkan nilai tambah dan kompetisi industri batubara, menerapkan pengelolaan pertambangan batubara yang baik dan benar serta pengelolaan industri batubara berkelanjutan yang peduli lingkungan hidup.
Dijelaskannya UU Minerba juga mengakomodir tuntutan desentralisasi, sesuai atau konsisten dengan pasal 33 UUD 1945, memberlakukan para pihak dalam industri batubara sederajat di depan hukum, setara dalam kontrak serta menjaga iklim usaha yang baik. Sedangkan ijin usaha dalam UU Minerba diatur dalam bentuk Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdiri IUP Eksplorasi dan IUP Produksi dan Operasi. Selain itu juga diatur Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) dan IUP Khusus (IUPK).
Saat ini Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan mengenai Domestic Market Obligation (DMO) untuk Keamanan Pasokan Batubara seiring dengan meningkatnya kebutuhan batubara di dalam negeri. Selain itu pemerintah juga tengah menyiapkan kebijakan harga batubara dengan menetapkan Indonesian Coal Price Reference (ICPR) untuk mengoptimalkan penerimaan negara. ICPR yang didasarkan pada Coal Price Indexes diharapkan menjadi indikator untuk mendapatkan kesesuaian harga antara produsen dan konsumen.
III Kendala yang di hadapi dalam masa pengelolaan
Royalti batubara yang diterima Kalsel sangat minim, walau merupakan penghasil batubara nomor dua terbesar di Indonesia dan mengalamai kerusakan lingkungan yang parah, Kalsel hanya mendapat royalti batubara sebesar Rp85 milyar per tahun, walau produknya cukup besar
Sedangkan kerusakan lingkungan yang dialami cukup parah, baik dari pemegang PKP2B ataupun Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan Bupati terasuk kerusakan jalan. Kerusakan yang dialami Kalsel tidak sebanding dengan royalti yang diterimanya, Masalah pertambangan di Kalsel cukup carut marut, mulai dari tumpang tindih lahan dengan perkebunan, petani maupun kehutanan, termasuk tunggakan royalti.
Ke depan, diharapkan pertambangan bisa menerapkan kaidah good mining practice, agar eksploitasi sumber daya alam ini tidak menyebabkan kerusakan lingkungan
IV Cara pelestarian sumber batu bara
Dengan akan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang baru, diharapkan dapat menarik investor pertambangan batu bara yang sejak tahun 1998 sepi peminat. UU baru yang akan menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 1967 ini diharapkan mempercantik wilayah tambang di Indonesia sehingga merangsang investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini.
Meski demikian, kita tetap harus mengingat dalil sederhana bahwa semakin banyak kita membuang energi ke luar, semakin banyak kita kehilangan. Sebaliknya, sebagian dari investor yang datang adalah dari negara yang menerapkan pencadangan sumber daya energi untuk memenuhi kebutuhan generasi mereka mendatang.
Oleh sebab itu, di UU yang baru tersebut harus dipertegas bahwa batu bara bukan hanya sekadar komoditas semata. Akan tetapi, barang tambang yang berupa batu bara ini harus lebih dimaknai dan diposisikan sebagai sumber daya energi strategis. Sikap semacam itu harus menjadi dasar kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan batu bara.
Dengan penekanan tersebut, terlalu sederhana kalau kita hanya membandingkan kebanggaan tingginya ekspor dan besarnya devisa yang diperoleh negara dari komoditas strategis tersebut. Kebanggaan itu harus lebih dari itu. Sebab, nilai strategis batu bara harus kita hitung dari seberapa besar nilai energi yang bisa dimanfaatkan dalam kurun waktu 50 tahun mendatang, atau bahkan lebih.
Melihat permasalahan yang begitu luas dalam sektor batu bara, pemerintah harus tetap melihat permasalahan yang ada dalam pengelolaan sektor pertambangan batu bara.
Pertama, pemakaian batu bara dalam negeri harus lebih dipacu dan kebijakan keamanan suplai (security supply). Kebutuhan batu bara dalam negeri harus dipertegas pemerintah serta harus dapat diimplementasikan oleh pengusaha batu bara secara riil. Misalnya, harus ada kebijakan domestic market obligation (DMO) yang tegas dan kuantitatif.
Kedua, pengelolaan dan kebijakan batu bara semestinya dibedakan antarwilayah utama, yakni yang berada di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Di Sumatera Selatan, dengan kandungan batu bara yang kualitas rendah (lignit), kebijakan yang paling tepat adalah diarahkan untuk PLTU mulut tambang ( minemouth power plant), apalagi interkoneksi listrik Sumatera-Jawa yang akan selesai tahun 2007 (Kompas 28/02). Untuk Kalimantan, dengan batu bara yang berkualitas tinggi, semestinya harus ada pengontrolan tingkat produksi, khususnya kepentingan pendapatan negara.
Ketiga, dengan keluarnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam harus lebih diperhatikan pemerintah pusat. Untuk menghindari kenakalan royalti yang dibayarkan perusahaan pertambangan batu bara, semestinya pemerintah tidak hanya menerima laporan saja. Namun, harus lebih proaktif dalam perhitungannya, termasuk mengamati harga batu bara dari waktu ke waktu secara terus- menerus.
Keempat, melihat pentingnya energi bagi generasi mendatang, tujuan konservasi energi harus lebih dipertegas. Bahkan, pemerintah harus berani memberikan reward bagi individu atau organisasi yang berhasil melakukan riset serta penyebaran ilmu dan teknologi konservasi energi. Cara seperti itu dilakukan juga oleh China melalui UU Konservasi Energi (Law of the People's Republic of China on Conserving Energy-Article 7).
V Kesimpulan
Selain itu, pemerintah juga harus berani beri penghargaan bagi perusahaan tambang batu bara yang melakukan riset (riset keilmuan eksplorasi, eksploitasi dan penggunaan batu bara).
Terakhir, dengan tujuan mendorong pertumbuhan sebesar 5 persen, serta target memenuhi kenaikan energi listrik sebesar 9 persen, maka batu bara sebagai energi strategis harus diutamakan untuk mendorong pertumbuhan industri nasio
"Ke depan, kita harapkan pengelolaan pertambangan bisa lebih baik lagi, terutamam memperhatikan kelestarian lingkungan hidup," ungkapnya
referensi :
www. wikipedia.org
www.kompas.com
LINK POWERPOINT :